PP Impor Garam Terbit, Industri Dipastikan Tak Terhenti

Kementerian Perindustrian memastikan impor garam industri akan dilakukan sesuai kebutuhan, sehingga proses produksi sektor manufaktur tak terhenti. (CNN Indonesia/Andry Novelino).

Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian memastikan impor garam industri akan dilakukan sesuai kebutuhan, sehingga proses produksi sektor manufaktur tak terhenti. Di sisi lain, garam nasional akan digunakan sebagai garam konsumsi.

"Jadi, pemerintah mengimpor garam untuk kebutuhan bahan baku industri-industri tersebut. Sedangkan untuk garam konsumsi, masih akan dipenuhi oleh industri garam nasional," tegas Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis, Senin (19/3).

Pernyataan ini disampaikan pasca penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai perubahan mekanisme impor garam industri.

Dalam PP tersebut, rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk impor garam tak lagi dibutuhkan seperti aturan sebelumnya. 

Airlangga mengklaim bahwa garam merupakan salah satu bahan baku yang mendukung rantai pasok sebagian sektor industri dalam negeri.

"Penggunaan garam ini sangat luas, antara lain di industri kimia, aneka pangandan minuman, farmasi dan kosmetika, hingga pengeboran minyak," terangnya.

Maka itu, lanjut Airlangga, pemerintah terus mendorong keberlanjutan produksi industri nasional, karena berdampak pada lapangan pekerjaan, pemenuhan untuk pasar domestik, serta penerimaan negara dari ekspor.

Menurut dia, kualitas garam yang digunakan oleh industri tidak hanya terbatas pada kandungan natrium klorida (NaCl) yang tinggi, yakni minimal 97 persen. Namun, masih ada kandungan lainnya yang harus diperhatikan seperti Kalsium dan Magnesium dengan maksimal 600 ppm serta kadar air yang rendah.

Standar kualitas yang dibutuhkan industri aneka pangan dan industri chlor alkali plan (soda kostik). Sedangkan garam yang digunakan oleh industri farmasi untuk memproduksi infus dan cairan pembersih darah, harus mengandung NaCl 99,9 persen.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengklaim industri makanan dan minuman membutuhkan setidaknya 550 ribu ton garam sebagai bahan baku setiap tahunnya. 

Angka tersebut naik sekitar 22 persen dibandingkan kebutuhan tahun lalu yang hanya 450 ribu ton. Hal ini seiring dengan peningkatan investasi dan ekspansi di sektor industri makanan dan minuman.
Merujuk data Kemenperin, kebutuhan garam industri nasional pada 2018 sekitar 3,7 juta ton. Bahan baku ini akan disalurkan kepada industri Chlor Alkali Plant (CAP), untuk memenuhi permintaan industri kertas dan petrokimia sebesar 2,48 juta ton.

Selain itu, bahan baku garam juga didistribusikan kepada industri farmasi dan kosmetik sebesar 6.846 ton serta industri aneka pangan 535 ribu ton. 

Sisanya, kebutuhan bahan baku garam sebanyak 740.000 ton untuk sejumlah industri, seperti industri pengasinan ikan, industri penyamakan kulit, industri pakan ternak, industri tekstil dan resin, industri pengeboran minyak, serta industri sabun dan detergen.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan impor garam sebanyak 3,7 juta ton tidak sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Impor sekarang tidak mengindahkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh KKP," kata Susi Pudjiastuti beberapa waktu lalu.
Susi menyebut pihaknya hanya mengeluarkan rekomendasi impor garam sebanyak 2,17 juta ton. Rekomendasi tersebut dinilai telah melalui hasil investigasi yang dilakukan pihaknya, yang menyebut hasil produksi petani garam selama ini sudah cukup baik.

Menurut Susi, kenaikan harga garam bagi hasil produksi domestik akan menguntungkan petani garam nasional. Ia meminta DPR turut memperhatikan permasalahan harga garam terhadap kesejahteraan petani garam. (lav/bir)
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==